Senin, 07 September 2015

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur’an



MAKALAH
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur’an
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen pengampu : Drs. H. Umar Muhaimin, Lc. M.ag
Kelas : ES/G





DISUSUN OLEH     :
Anita Rahmawati                               1420210237
Andrea Novilianes Herdyanto           1420210238
Septiana Rini                                     1420210239

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM/ EKONOMI SYARIAH
KELAS : ES/G
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Alqur’an adalah sumber hukum islam yang pertama. Sehingga hendaknya kita arus dapat memahami tentang kandungan di dalamnya. Al quraan adalah laksana sinar yang memberikan penerangan kepada kehidupan manusia bagaikan pelita yang memberikan cahaya ke arah hidayah ma’rifah oleh karena itu, kita sebagai umat islam harus benar – benar mengetahui kandungan- kandungan yang ada di dalamnya dilihat dari beberapa aspek. Ulumul Quran adalah salah satu jalan yang bisa membawa kita dala memahami kandungan Al Quran.
Selain memahami Al Quran kita perlu mengetahui perkembangan Ulumul Quran secara tidak langsung pemikiran merekalah yang mengilhami kita dalam memahami Al Quran.

B.  Rumus Masalah
1.      Bagaimana sejarah Ulumul Qur’an?
2.      Bagaimana pertumbuhan Ulumul Qur’an?
3.      Bagaimana perkembangan Ulumul Qur’an?
4.      Siapa saja tokoh-tokoh dalam  Ulumul Qur’an dan karyanya?

C.  Tujuan
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an.
2.      Untuk mengetahui sejarah ,perkembangan ,petumbuhan Ulumul Qur’an.
3.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam  Ulumul Qur’an dan karyanya.





BAB II
PEMBAHASAN

A.         Sejarah Ulumul Qur’an
Sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus, melainkan melelui proses pertumbuhan dan perkembangan. Istilah Ulum Alqur’an, belum dikenal pada masa pertumbuhan islam. Istilah ini baru muncul pada abad ketiga (Shubhi Shalih:124).
Namun ada sebagian ulama yang berpendapat, istilah ini lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri pada abad kelima H. Karena Ulum Alqur’an dalam arti sejumlah ilmu yang membahas tentang Alqur’an, baru muncul dalam karya Ali bin Ibrahim Al-hufi, yang berjudul  Al-burhan fii ulum Al-qur’an (Al-zarqani:35).[1]
Al-qur’an adalah mukjizat islam yang abadi dimana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatanya. Allah SWT menurunkannya kepada nabi Muhammad SAW, demi membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya Ilahi, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah menyampaikannya kepada para sahabatnya sebagai penduduk asli arab yang sudah tentu dapat memahami tabi’at mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah.
Para sahabat sangat bersemangat untuk mendapatkan pengajaran Al-qur’an Al-karim dari Rasulullah. Mereka ingin menghafal dan memahaminya. Bagi mereka, ini merupakn suatu kehormatan.
Diriwayatkan Anas Radhiyallahu Anhu ,ai berkata”ada seorang laki-laki diantara kami yang apabila membaca Al-Baqarah dan Ali Imran, ia begitu antusias.”(HR.Ahmad)
Seiring dengan itu, mereka juga sunggu-sungguh mengamalkanya dan menegakkan hukum-hukum.
Para sahabat pun meneruskan tradisi memahami makana-makna Al Qur’an dan tafsirnya sesuai dengan kondisi mereka masing-masing baik kemampuan yang berbeda dalam memahami maupun intensitas dalam kedekatannya dengan Rasuallah. Selanjutnya ,dengan kondisi demikianlah murid-murid para sahabat dari kalang tabiin mengambil ilmu dari mereka.
Pada masa selanjutnya sekelompok ulama melakukan penafsiran secara komprehensif terhadap Al Qur’an sesuai tertibnya ayat yang ada dalam mushaf. Diantara mereka yang terkenal adalah Ibnu Jaril Ath-thabari.
Kemudian banyak karya – karya ulama yang muncul melanjutkan pengkajian dalam disiplin ulumul Qur’an. Abu Bakar Al- Baqilani menulis kitab I’jaz fi’ ulum Al Qur’an “ Ali bin Ibrahim bin Said Al- Hufi munculkan kitab I’rab Al- Quran, Al Mawardi menulis tentang “ Amtsal Al Qur’an”,  Izuddin bin Abdis Salam menulis “ fi majas Al Quran”, dan Alamuddin Assyakhowi menulis “Ilmu Al- Qiroat”. Tak ketinggalan, Ibnu Qoyim, ulama yang telah mengkaji ilmu- ilmu Al – Qur’an yang saling terkait antara yang satu dan yang lainnya.[2]










B.          Pertumbuhan Ulumul Qur’an
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sangat mengetahui makna-makna Al-qur’an dan ilmunya, sebagaimana pengetahuan para ulama’ sesudahnya. Tetapi makna dan ilmu-ilmu Al-qur’an tersebut pada masa Rasulullah dan para sahabatnya itu, belum tertulis atau di bukukan dan belum disusun dalam kitab. Sebab, mereka tidak merasa perlu untuk menulis dan membukukan makna dan ilmu-ilmu Al-qur’an tersebut dalam suatu kitab.
Begitu pula pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar, ilmu itu belum perlu dibukukan karena pada umumnya, para sahabat memahami Al-qur’an, sebab dalam bahasa mereka. Bila ada yang belum mereka pahami, maka bertanya langsung kepada Rasul SAW, atau kepada para sahabat yang pernah bertemu dengan beliau.
Banyak hal yang melatarbelakangi mengapa pada masa Rasulullah, tidak atau belum membutuhkan pembukuan Ulumul qur’an di antaranya:
a.       Mereka orang arab murni yang memiliki keistimewaan
b.      Ketika mendapati kesulitan, bisa langsung bertanya kepada Rasulullah SAW
c.       Alat tulis yang belum memadahi
d.      Adanya larangan Rasulullah SAW menulis segala sesuatu selain Al-qur’an.[3]







C.         Perkembangan Ulumul Qur’an
            Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna Al-qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya. Yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’in. Diantara para penafsir yang termasyhur dari para sahabat antara empat khalifah, kemudian Ibn Mas’ud Ibn abbas, Ubain bin KA’b, Zaid bin Sabit, Abu Musa Al Asy’ari dan abdullah bin Zaubair.
            Banyak yang kitab mengenai tafsir Al-qur’an yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud dan Ubai bin  Ka’b. Dan apa yang diriwanyatkan dari mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir Qur’an yang sempurna. Mengenai para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengabil ilmu dari sahabat disamping mereka sendiri bersunguh-sunguh untuk melakukan ijtihad dalam penafsiran ayat.
            Mereka itu orang-orang yang meletakkan apa yang sekarang kita kenal dengan ilmu tafsir, ilmu Asbabul Nuzul, ilmu tentang ayat-ayat yang turunya di Mekah dan yang turun di Madinah, ilmu tentang nasikh dan mansukh, dan ilmu ghoribul qur’an (soal-soal yang memerlukan penta’wilan dan penggalian maknanya)
Subhi Al-Shalih  secara ringkas menjelasakan bahwa para perintis ilmu Al-qur’an, adalah sebagai berikut. Dari kalangan sahabat nabi, dari kalangan tabi’in di madinah, dari kalangan tabi’ut tabi’in (generasi ke-3 kaum muslimin) dari generasi-generasi setelah itu.
Pada abad ke-2 hijriyah tiba masa pembukuan (tadwiin) yang di mulai dengan pembukuan hadits, dengan segala babnya yang bermacam-macam dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan denga tafsir. Maka sebagian ulama’ membukukan tafsir Qur’an yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, dari para sahabat atau dari para tabi’in. Diantara orang-orang yang sibuk menekuni dan menulis buku mengenai bidang ilmu tersebut diantaranya : Yazid bin harun As-sulami, Syu’bah bin hajjaj , Waki’ bin jarrah, Sufyan bin ‘uyainah dan Abdurrozaaq bin hammam.[4]
Pada masa kodifikasi Al – Qur’an,  ilmu Tafsir berada di atas segala ilmu yang lain, karena ia dipandang sebagai induk ilmu Al–qur’an. Disamping tafsir yang ditulis berdasarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang terdahulu, mulai  muncul juga kitab-kitab tafsir yang ditulis orang berdasarkan  pendapat.
Ada yang menafsirkan seluruh isi seluruh al-qur’an, ada yang menafsirkan sebagian saja ( yakni satu juz ), ada yang menafsirkan sebuah surah dan ada pula yang menafsirkan hanya satu atau beberapa ayat khusus, seperti ayat – ayat yang berkaitan dengan hukum.
Kepustakaan ilmu-ilmu Qur’an pada masa kebangkitan modern tidaklah lebih kecil dari kemajuan ilmu-ilmu yang lain. Orang-orang yang menghubungkan diri dengan gerakan pemikiran islam telah mengambil langkah yang positif dalam membahas kandungan Al-qur’an dengan metode baru pula seperti pada abad-abad berikutnya banyak ulama yang berminat menulis tentang Al-qur’an, sejarah dan ilmu-ilmu yang menjadi cakupanya.
Pembahasan-pembahasan tersebut diatas dikenal dengan sebutan ‘Ulumul Qur’an, dan kata ini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.[5]






D.         Tokoh-tokoh dalam  Ulumul Qur’an dan karyanya
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan sejumlah tokoh ulum qur’an berikut karya ilmiahnya. Pada bagian ini akan dikemukakan sejumlah tokoh yang membahas Ulum Quran dengan merangkum cabang-cabang ulum qur’an  dalam karya-karya mereka. Kitab-ktab mereka inilah yang sebenarnya disebut kitab ulumul qur’an tokoh-tokoh yang dimaksud :
1.      Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi. K : al-burhan fi ulum al qur’an
2.      Ibn al-Jauzi karyanya: funun al-Afnan fi Ajaib Ulum al-Qur’an, dan al-Mujtaba’ fi Ulum Ta’allaq bi al-Qur’an.
3.      Abu Syamah, karyanya : al-Mursyid al-Wajiz fi ma Yata’allaq bi al-Qur’an al Aziz.
4.      Badr al-Din al- Zarkasyi, karyanya : al-Burhan fi Ulum al-Qur’an.
5.       Jalal al-Din al-Zarkasyi, karyanya : al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir dan al-Itqan fi Ulum al-Qur’an.
6.      Tahrir al Juzairi, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an.
7.      Muhammad Ali Salamah, manhaj al-Furqan fi Ulum al-Qur’an.
8.      Muhammad Abd al-Azim al-Zarqani : Manahil Irfan fi Ulum al-Qur’an.
9.      Ahmad Ali, karyanya : Muzakkaroh Ulum al-Qur’an.
10.  Shubhi Shalih,karyanya : Mabahits fi ulum al- Qur’an.
11.  Manna al-qattan, karyanya : Mabahits fi ulum al-Qur’an.
12.  Ahmad Muhammad Ali Daud : Ulum al- Qur’an wa al-Hadist.
13.  Abu Bakar Ismail, Dirasat fi Ulum al – Qur’an.
14.  Muhammad Ali al- Sabuni, al-Tibyan fii ulum al-Qur’an.[6]



BAB III
PENUTUP

A.         Kesimpulan
            Sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus, melainkan melelui proses pertumbuhan dan perkembangan. Istilah Ulum Alqur’an, belum dikenal pada masa pertumbuhan islam. Istilah ini baru muncul pada abad ketiga.
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sangat mengetahui makna-makna Al-qur’an dan ilmunya, sebagaimana pengetahuan para ulama’ sesudahnya. Tetapi makna dan ilmu-ilmu Al-qur’an tersebut pada masa Rasulullah dan para sahabatnya itu, belum tertulis atau di bukukan dan belum disusun dalam kitab. Sebab, mereka tidak merasa perlu untuk menulis dan membukukan makna dan ilmu-ilmu Al-qur’an tersebut dalam suatu kitab.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna Al-qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya. Yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.
Pada abad ke-2 hijriyah tiba masa pembukuan (tadwiin) yang di mulai dengan pembukuan hadits, dengan segala babnya yang bermacam-macam dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan denga tafsir.
Pembahasan-pembahasan tersebut diatas dikenal dengan sebutan ‘Ulumul Qur’an, dan kata ini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.





DAFTAR PUSTAKA

Al-qaththan, Syaikh Manna, pengantar studi ilmu Al-qur’an (Jakarta : Pustaka Al-kautsar), 1997
Suhadi,M.S.I, ulumul qur’an (Kudus : Nora Media Enterprise), 2011
Prof.DR.H.Said Agil Husin Al Munawar,al Qur’an membangun tradisi kesalehan hakikat ( jakarta: ciputat Press),2003


[1] Al-zarqani dalam karyanya, Munahil al-irfan fii Ulum Al-qur’an, menyebutkan bahwa diantara ulama’ ada yang berpendapat bahwa istilah ulum Al-qur’an mulai digunakan pada abad ke-7 H
[2] Karya-karya ulama’ itu telah di rangkum dalam satu karya besar yang disinyalir oleh Al-zarqani dalam kitab karyanya, Munahil al-irfan fii Ulum Al-qur’an,  bahwa dalam Dar Al Kutub Al-Misyhriyah ada sebuah kitab karya Ali bin Ibrahim bin Said, terkenal dengan sebutan Al-hufi. Nama kitab tersebut Al-burhan fii Ulumi Al-qur’an, erdiri dari 30 jilid, di dalamnya, terdapat 15 jilid, yang mana di sana penulisannya menyebut ayat-ayat Al-qur’an sesuai dengan tertib mushaf yang mencakup pembahasan Ulumul qur’an.
[3] Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan, kondisi ulumul qur’an pada masa nabi dan khalifah Abu bakar dan Umar bin Khatab atau periode pertama para sahabat, masih tetap menyampaikan islam dan ajaran-ajaranya, menyebarkan ilmu-ilmunya, serta mengembangkan Hadits, semuanya dilakukan dengan  pengajaran lisan, bukan dengan tulisan atau pembukuan.
[4] Kitab-kitab tafsir yang mereka tulis pada umumnya memuat pendapat pendapat dan apa yang dikatakan oleh para sahabat Nabi, dan kaum tabi’in. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ketangan kita. Kemudian langkah mereka diikuti oleh segolongan ulama’. Mereka menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat.
[5] Setiap penulisan dalam karangannya itu menulis bidang dan pembahasan tertentu yang berhubungan dengan ilmu Qur’an sedang pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-bidang tersebut mengenai ilmu-ilmu Qur’an, semua atau sebagian besarnya.
[6] Masih banyak tokoh dan kitab yang membahas tentang Ulum al- Qur’an. Di antara mereka yang paling terkenal adalah al-Suyuti dengan kitabnya “ al-athqan”. Kitab ini terdiri dari dua juz, dan membahas 80 jenis Ulum al-Qur’an.Begitu pula al-Zarkasyi yang lebih dahulu dari al-Suyuti, dalam kitabnya al-Burhan fi Ulum al-Qur’an yang terdiri dari 4 jilid, Beliau membahas 17 jenis ulum al-Qur’an.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar