MAKALAH
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur’an
Disusun untuk
memenuhi tugas
Mata
kuliah : Ulumul
Qur’an
Dosen
pengampu : Drs. H. Umar Muhaimin, Lc. M.ag
Kelas : ES/G
DISUSUN OLEH :
Anita Rahmawati 1420210237
Andrea Novilianes Herdyanto 1420210238
Septiana Rini 1420210239
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
SYARIAH
DAN EKONOMI ISLAM/ EKONOMI SYARIAH
KELAS : ES/G
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Alqur’an adalah sumber hukum islam yang pertama. Sehingga hendaknya kita
arus dapat memahami tentang kandungan di dalamnya. Al quraan adalah laksana
sinar yang memberikan penerangan kepada kehidupan manusia bagaikan pelita yang
memberikan cahaya ke arah hidayah ma’rifah oleh karena itu, kita sebagai umat
islam harus benar – benar mengetahui kandungan- kandungan yang ada di dalamnya
dilihat dari beberapa aspek. Ulumul Quran adalah salah satu jalan yang bisa
membawa kita dala memahami kandungan Al Quran.
Selain memahami Al Quran kita perlu mengetahui perkembangan Ulumul Quran
secara tidak langsung pemikiran merekalah yang mengilhami kita dalam memahami
Al Quran.
B. Rumus Masalah
1.
Bagaimana sejarah Ulumul Qur’an?
2.
Bagaimana pertumbuhan Ulumul Qur’an?
3.
Bagaimana perkembangan Ulumul Qur’an?
4.
Siapa saja tokoh-tokoh dalam Ulumul Qur’an dan karyanya?
C.
Tujuan
1.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an.
2.
Untuk mengetahui sejarah ,perkembangan
,petumbuhan Ulumul Qur’an.
3.
Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam Ulumul Qur’an dan karyanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Ulumul Qur’an
Sebagai ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri, Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus, melainkan melelui proses
pertumbuhan dan perkembangan. Istilah Ulum Alqur’an, belum dikenal pada masa
pertumbuhan islam. Istilah ini baru muncul pada abad ketiga (Shubhi Shalih:124).
Namun ada sebagian ulama yang
berpendapat, istilah ini lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri pada abad
kelima H. Karena Ulum Alqur’an dalam arti sejumlah ilmu yang membahas tentang
Alqur’an, baru muncul dalam karya Ali bin Ibrahim Al-hufi, yang berjudul Al-burhan fii ulum Al-qur’an (Al-zarqani:35).[1]
Al-qur’an adalah mukjizat islam
yang abadi dimana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas
kemukjizatanya. Allah SWT menurunkannya kepada nabi Muhammad SAW, demi
membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya Ilahi, dan
membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah menyampaikannya kepada para
sahabatnya sebagai penduduk asli arab yang sudah tentu dapat memahami tabi’at
mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat
yang mereka terima, mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah.
Para sahabat sangat bersemangat
untuk mendapatkan pengajaran Al-qur’an Al-karim dari Rasulullah. Mereka ingin
menghafal dan memahaminya. Bagi mereka, ini merupakn suatu kehormatan.
Diriwayatkan Anas Radhiyallahu
Anhu ,ai berkata”ada seorang laki-laki diantara kami yang apabila membaca
Al-Baqarah dan Ali Imran, ia begitu antusias.”(HR.Ahmad)
Seiring dengan itu, mereka juga
sunggu-sungguh mengamalkanya dan menegakkan hukum-hukum.
Para sahabat pun meneruskan
tradisi memahami makana-makna Al Qur’an dan tafsirnya sesuai dengan kondisi
mereka masing-masing baik kemampuan yang berbeda dalam memahami maupun
intensitas dalam kedekatannya dengan Rasuallah. Selanjutnya ,dengan kondisi
demikianlah murid-murid para sahabat dari kalang tabiin mengambil ilmu dari
mereka.
Pada masa selanjutnya
sekelompok ulama melakukan penafsiran secara komprehensif terhadap Al Qur’an
sesuai tertibnya ayat yang ada dalam mushaf. Diantara mereka yang terkenal
adalah Ibnu Jaril Ath-thabari.
Kemudian banyak karya – karya
ulama yang muncul melanjutkan pengkajian dalam disiplin ulumul Qur’an. Abu Bakar
Al- Baqilani menulis kitab I’jaz fi’ ulum Al Qur’an “ Ali bin Ibrahim bin Said
Al- Hufi munculkan kitab I’rab Al- Quran, Al Mawardi menulis tentang “ Amtsal
Al Qur’an”, Izuddin bin Abdis Salam
menulis “ fi majas Al Quran”, dan Alamuddin Assyakhowi menulis “Ilmu Al-
Qiroat”. Tak ketinggalan, Ibnu Qoyim, ulama yang telah mengkaji ilmu- ilmu Al –
Qur’an yang saling terkait antara yang satu dan yang lainnya.[2]
B.
Pertumbuhan Ulumul Qur’an
Nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya sangat mengetahui makna-makna Al-qur’an dan ilmunya, sebagaimana
pengetahuan para ulama’ sesudahnya. Tetapi makna dan ilmu-ilmu Al-qur’an
tersebut pada masa Rasulullah dan para sahabatnya itu, belum tertulis atau di
bukukan dan belum disusun dalam kitab. Sebab, mereka tidak merasa perlu untuk
menulis dan membukukan makna dan ilmu-ilmu Al-qur’an tersebut dalam suatu
kitab.
Begitu pula pada masa khalifah
Abu Bakar dan Umar, ilmu itu belum perlu dibukukan karena pada umumnya, para
sahabat memahami Al-qur’an, sebab dalam bahasa mereka. Bila ada yang belum
mereka pahami, maka bertanya langsung kepada Rasul SAW, atau kepada para
sahabat yang pernah bertemu dengan beliau.
Banyak hal yang
melatarbelakangi mengapa pada masa Rasulullah, tidak atau belum membutuhkan
pembukuan Ulumul qur’an di antaranya:
a. Mereka orang arab murni yang memiliki keistimewaan
b. Ketika mendapati kesulitan, bisa langsung bertanya
kepada Rasulullah SAW
c. Alat tulis yang belum memadahi
d. Adanya larangan Rasulullah SAW menulis segala
sesuatu selain Al-qur’an.[3]
C.
Perkembangan Ulumul Qur’an
Para
sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna
Al-qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya. Yang berbeda-beda dalam memahami dan
karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW.
Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.
Diantara para penafsir yang termasyhur dari para sahabat antara empat khalifah,
kemudian Ibn Mas’ud Ibn abbas, Ubain bin KA’b, Zaid bin Sabit, Abu Musa Al
Asy’ari dan abdullah bin Zaubair.
Banyak
yang kitab mengenai tafsir Al-qur’an yang diambil dari Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin Mas’ud dan Ubai bin Ka’b.
Dan apa yang diriwanyatkan dari mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir
Qur’an yang sempurna. Mengenai para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok
terkenal yang mengabil ilmu dari sahabat disamping mereka sendiri
bersunguh-sunguh untuk melakukan ijtihad dalam penafsiran ayat.
Mereka
itu orang-orang yang meletakkan apa yang sekarang kita kenal dengan ilmu
tafsir, ilmu Asbabul Nuzul, ilmu tentang ayat-ayat yang turunya di Mekah dan
yang turun di Madinah, ilmu tentang nasikh dan mansukh, dan ilmu ghoribul qur’an
(soal-soal yang memerlukan penta’wilan dan penggalian maknanya)
Subhi Al-Shalih secara ringkas menjelasakan bahwa para
perintis ilmu Al-qur’an, adalah sebagai berikut. Dari kalangan sahabat nabi,
dari kalangan tabi’in di madinah, dari kalangan tabi’ut tabi’in (generasi ke-3
kaum muslimin) dari generasi-generasi setelah itu.
Pada abad ke-2 hijriyah tiba
masa pembukuan (tadwiin) yang di mulai dengan pembukuan hadits, dengan segala
babnya yang bermacam-macam dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan denga
tafsir. Maka sebagian ulama’ membukukan tafsir Qur’an yang diriwayatkan dari Rasulullah
SAW, dari para sahabat atau dari para tabi’in. Diantara orang-orang yang sibuk
menekuni dan menulis buku mengenai bidang ilmu tersebut diantaranya : Yazid bin
harun As-sulami, Syu’bah bin hajjaj , Waki’ bin jarrah, Sufyan bin ‘uyainah dan
Abdurrozaaq bin hammam.[4]
Pada masa kodifikasi Al –
Qur’an, ilmu Tafsir berada di atas
segala ilmu yang lain, karena ia dipandang sebagai induk ilmu Al–qur’an.
Disamping tafsir yang ditulis berdasarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang
terdahulu, mulai muncul juga kitab-kitab
tafsir yang ditulis orang berdasarkan
pendapat.
Ada yang menafsirkan seluruh
isi seluruh al-qur’an, ada yang menafsirkan sebagian saja ( yakni satu juz ),
ada yang menafsirkan sebuah surah dan ada pula yang menafsirkan hanya satu atau
beberapa ayat khusus, seperti ayat – ayat yang berkaitan dengan hukum.
Kepustakaan ilmu-ilmu Qur’an
pada masa kebangkitan modern tidaklah lebih kecil dari kemajuan ilmu-ilmu yang
lain. Orang-orang yang menghubungkan diri dengan gerakan pemikiran islam telah
mengambil langkah yang positif dalam membahas kandungan Al-qur’an dengan metode
baru pula seperti pada abad-abad berikutnya banyak ulama yang berminat menulis
tentang Al-qur’an, sejarah dan ilmu-ilmu yang menjadi cakupanya.
Pembahasan-pembahasan tersebut
diatas dikenal dengan sebutan ‘Ulumul Qur’an, dan kata ini telah menjadi
istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.[5]
D.
Tokoh-tokoh dalam
Ulumul Qur’an dan karyanya
Pada bagian terdahulu telah
dikemukakan sejumlah tokoh ulum qur’an berikut
karya ilmiahnya. Pada bagian ini akan dikemukakan sejumlah tokoh yang membahas Ulum Quran dengan merangkum
cabang-cabang ulum qur’an dalam karya-karya mereka. Kitab-ktab mereka
inilah yang sebenarnya disebut kitab ulumul
qur’an tokoh-tokoh yang dimaksud :
1. Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi. K : al-burhan fi ulum al qur’an
2. Ibn al-Jauzi karyanya: funun
al-Afnan fi Ajaib Ulum al-Qur’an, dan al-Mujtaba’ fi Ulum Ta’allaq bi
al-Qur’an.
3. Abu Syamah, karyanya : al-Mursyid al-Wajiz fi ma Yata’allaq bi al-Qur’an al Aziz.
4. Badr al-Din al- Zarkasyi, karyanya : al-Burhan fi Ulum al-Qur’an.
5. Jalal al-Din
al-Zarkasyi, karyanya : al-Tahbir fi Ulum
al-Tafsir dan al-Itqan fi Ulum
al-Qur’an.
6. Tahrir al Juzairi, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an.
7. Muhammad Ali Salamah, manhaj al-Furqan fi Ulum al-Qur’an.
8. Muhammad Abd al-Azim al-Zarqani : Manahil Irfan fi Ulum al-Qur’an.
9. Ahmad Ali, karyanya : Muzakkaroh Ulum al-Qur’an.
10. Shubhi Shalih,karyanya : Mabahits fi ulum al- Qur’an.
11. Manna al-qattan, karyanya : Mabahits fi ulum al-Qur’an.
12. Ahmad Muhammad Ali Daud : Ulum al- Qur’an wa al-Hadist.
13. Abu Bakar Ismail,
Dirasat fi Ulum al – Qur’an.
14. Muhammad Ali al- Sabuni, al-Tibyan fii ulum al-Qur’an.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagai ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri, Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus, melainkan melelui proses
pertumbuhan dan perkembangan. Istilah Ulum Alqur’an, belum dikenal pada masa
pertumbuhan islam. Istilah ini baru muncul pada abad ketiga.
Nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya sangat mengetahui makna-makna Al-qur’an dan ilmunya, sebagaimana
pengetahuan para ulama’ sesudahnya. Tetapi makna dan ilmu-ilmu Al-qur’an
tersebut pada masa Rasulullah dan para sahabatnya itu, belum tertulis atau di
bukukan dan belum disusun dalam kitab. Sebab, mereka tidak merasa perlu untuk
menulis dan membukukan makna dan ilmu-ilmu Al-qur’an tersebut dalam suatu
kitab.
Para sahabat senantiasa melanjutkan
usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna Al-qur’an dan penafsiran
ayat-ayatnya. Yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama
dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW. Hal yang demikian diteruskan
oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.
Pada abad ke-2 hijriyah tiba
masa pembukuan (tadwiin) yang di mulai dengan pembukuan hadits, dengan segala
babnya yang bermacam-macam dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan denga
tafsir.
Pembahasan-pembahasan tersebut
diatas dikenal dengan sebutan ‘Ulumul Qur’an, dan kata ini telah menjadi
istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al-qaththan,
Syaikh Manna, pengantar studi ilmu
Al-qur’an (Jakarta : Pustaka Al-kautsar), 1997
Suhadi,M.S.I,
ulumul qur’an (Kudus : Nora Media
Enterprise), 2011
Prof.DR.H.Said
Agil Husin Al Munawar,al Qur’an membangun
tradisi kesalehan hakikat ( jakarta: ciputat
Press),2003
[1]
Al-zarqani dalam
karyanya, Munahil al-irfan fii Ulum
Al-qur’an, menyebutkan bahwa diantara ulama’ ada yang berpendapat bahwa
istilah ulum Al-qur’an mulai digunakan pada abad ke-7 H
[2] Karya-karya ulama’ itu telah di
rangkum dalam satu karya besar yang disinyalir oleh Al-zarqani dalam kitab karyanya,
Munahil al-irfan fii Ulum Al-qur’an, bahwa dalam Dar Al Kutub Al-Misyhriyah ada sebuah kitab karya Ali bin Ibrahim
bin Said, terkenal dengan sebutan Al-hufi. Nama kitab tersebut Al-burhan fii Ulumi Al-qur’an, erdiri
dari 30 jilid, di dalamnya, terdapat 15 jilid, yang mana di sana penulisannya
menyebut ayat-ayat Al-qur’an sesuai dengan tertib mushaf yang mencakup
pembahasan Ulumul qur’an.
[3] Dari keterangan di
atas, bisa diambil kesimpulan, kondisi ulumul qur’an pada masa nabi dan
khalifah Abu bakar dan Umar bin Khatab atau periode pertama para sahabat, masih
tetap menyampaikan islam dan ajaran-ajaranya, menyebarkan ilmu-ilmunya, serta
mengembangkan Hadits, semuanya dilakukan dengan
pengajaran lisan, bukan dengan tulisan atau pembukuan.
[4] Kitab-kitab
tafsir yang mereka tulis pada umumnya memuat pendapat pendapat dan apa yang
dikatakan oleh para sahabat Nabi, dan kaum tabi’in. Namun tafsir mereka yang
tertulis tidak ada yang sampai ketangan kita. Kemudian langkah mereka diikuti
oleh segolongan ulama’. Mereka menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna
berdasarkan susunan ayat.
[5] Setiap penulisan dalam karangannya itu menulis
bidang dan pembahasan tertentu yang berhubungan dengan ilmu Qur’an sedang
pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-bidang tersebut mengenai ilmu-ilmu
Qur’an, semua atau sebagian besarnya.
[6] Masih banyak tokoh dan kitab
yang membahas tentang Ulum al- Qur’an.
Di antara mereka yang paling terkenal adalah al-Suyuti dengan kitabnya “ al-athqan”. Kitab ini terdiri dari dua
juz, dan membahas 80 jenis Ulum
al-Qur’an.Begitu pula al-Zarkasyi yang lebih dahulu dari al-Suyuti, dalam
kitabnya al-Burhan fi Ulum al-Qur’an yang
terdiri dari 4 jilid, Beliau membahas 17 jenis ulum al-Qur’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar