BEA PEROLEHAN HAK ATAS
TANAH DAN BANGUNAN
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Perpajakan
Dasen Pengampu : Danang
Kurniawan, S.E,.M.M
Disusun Oleh :
Muhammad
Agus Purnomo (1320210258)
Qurrotul
Aini Silfiyana (1320210257)
Khilyatun
Nisa` (1320210270)
![]() |
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH/EKONOMI SYARI’AH (ES)
TAHUN 2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
A
I.
Latar
Belakang Masalah
Didalam UUD
1945 Pasal
33 menyatakan bahwa “bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dipungut berdasarkan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2000. Pajak ini bukan merupakan jenis pajak baru, karena pernah ada
jenis pajak jenis itu, yaitu Bea Balik Nama (BBN) atas tanah. Munculnya pajak
BPHTB dilatarbelakangi pemikiran bahwa tanah dan bangunan sebagai sumber daya
alam memiliki fungsi sosial, disamping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan
lahan usaha, juga memberi dampak ekonomi kepada pemiliknya. Oleh karena itu,
bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan wajib menyerahkan
sebagian dari nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran
pajak, yaitu BPHTB.
II.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau
Bangunan ( BPHTB)?
2.
Bagaimana Cara Menghitunga BPHTB?
3.
Bagaiaman Surat Terutang BPHTB dibedakan atas yang
dimilikinya
4.
Apa saja Surat Ketetapan BPHTB?
5.
Bagaimana cara permohonan keberatan, banding, dan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian BPHTB
Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau banguna, yang selanjutnya disebut pajak. Dengan demikian, objek pajak (BPHTB)
adalah tanah, bangunan serta tanah dan bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi pemindahan
hak atas tanah dan bangunan karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat,
penyertaan modal dari orang pribadi atau
badan hukum lain yang berupa tanah atau bangunan, pemindahan sebagian hak
bersama atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama
pemegang hak bersama. Selain itu perolehan hak atas tanah dan bangunan juga
bisa berasal dari pemindahan hak atas tanah dan bangunan karena penunjukan
pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap, serta hadiah.
Perolehan hak atas tanah dan bangunan selain berasal dari
pemindahan bisa juga berasal dari pemberian hak baru, karena pelanjutan
pelepasan hak, diluar
pelepasan hak. Hak atas tanah
dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai,
hak milik atas rumah susun atau hakpengelolaan.
Sedangakan perolehan atas tanah dan bangunan yang
dikecualikan dari BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh perwakilan
diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik, negara untuk
penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaanpembangunan guna
kepentingan umum, badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan oleh Menteri serta orang pribadi atau badan karena konversi hak dan
perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama yang dikarena wakaf,
warisan dan untuk kepentingan ibadah.[1]
Yang
menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas
tanah dan atau bangunan. Subjek pajak
yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut
Undang-Undang BPHTB.[2]
Karena yang menjadi subyek pajak adalah pihak yang
memperoleh hak atas tanah dan bangunan, maka yang menjadi wajib pajak tentulah
pihak yang memeperoleh hak atas tanah dan bangunan sesuai dengan perolehan hak
yang terjadi. Bila kewajiban ini belum terpenuhi maka perolehan hak akan
tertunda karena pejabat yang berwenang tidak akan mengesahkan perolehan hak
tersebut sebelum BPHTB terutang dibayar/ dilunasi oleh wajib pajak.[3]
B.
Tata Cara Penghitungan BPHTB
Untuk menentukan besarnya BPHTB adalah
BPHTB = Nilai
Pajak Objek Pajak Kena Pajak x Tarif pajak
= (NPOP – NPOPTKP) x 5 %
|
Nilai perolehan objek pajak ditentukan berdasarkan cara
dimilikinya hak atas tanah dan bangunan. Jika hak atas tanah dan bangunan
diperoleh dari:
1)
Jual beli maka
nilai perolehannya adalah harga transaksi
2)
Tukar-menukar maka
nilai perolehannya adalah nilai pasar objek pajak
3)
Hibah, maka nilai perolehannya adalah nilai
pasar objek pajak
4)
Pemasukan dalam
perseroan atau badan hukum lainnya,
nilai perolehannya adalah nilai pasar objek pajak.
5)
Pemisahan hak
yang mengakibatkan peralihan maka nilai perolehannya adalah nilai pasar objek pajak
6)
Penunjukan
pembeli dalam lelang, maka nilai
perolehannya adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah Lelang
7)
Peralihan hak
karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah
nilai pasar
8)
Pemberian karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap, maka nilai perolehannya adalah nilai pasar objuk pajak
9)
Pemberian hak
baru atas tanah sebagai kelanjutan
dari pelepasan hak, maka nilai perolehannya adalah nilai
pasar objek pajak.
Nilai perolehan objek pajak di atas harus
disesuaikan dengan nilai jual objek pajak. Jika nilai jual bjek pajak ternyata
lebih besar dari nilai transaksi maka yang digunakan tetap nilai jual objek
pajak. Tetapi jika nilai jual objek pajak lebih rendah daripada nilai perolehan
objek pajak maka yang digunakan adalah nilai perolehan objek pajak.
NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp
60.000.000,00. Perlu menjadi catatan bahwa NPOPTKP sering mengalami
penyesuaian. Tarif pajak ditetapkan sebesar 5 %.
Sebagai contoh, pada tanggal 1 Maret 2003, saudara Amad membeli taah
dengan bangunan yang dimiliki nilai Rp 100.000.000,00.
Maka besarnya BPHTB adalah:
NPOP = Rp 100.000.000,00

NPOPKP = 40.000.000,00
Pajak terutang 5% x
40.000.000,00 =
2.000.000,00
Perolehan hak atas tanah da bangunan sebesar Rp 100.000.000,00 akan
dikenakan BPHTB sebesar Rp 2.000.000,00.[4]
C.
Saat Terutang BPHTB
Sarat terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dibedakan atas
dasar cara dimilikinya hak atas tanah dan bangunan jika hak atas tanah dan
bangunan diperoleh dari:
1.
Sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta, untuk:
a.
Jual beli
b.
Tukar-menukar
c.
Pemasukan dalam
perseroan atau badan hukum lainnya
d.
Pemisahan hak
yang mengakibatkan peralihan
e.
Penggabungan usaha
f.
Peleburan usaha
g.
Pemekaran usaha
h.
Hibah
2.
Sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang, untuk lelang
3.
Sejak tanggal putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
putusan hakim.
4.
Sejak tanggal yang bersangkutan
mendaftarkan peralihan haknya ke kantor pertanahan; untuk hibah wasiat dan waris.
5.
Sejak tanggal ditandatangani dan
diterbitkannya surat keputusan pemberian hak, untuk:
a.
Pemberian hak
baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
b.
Pemberian hak
baru di luar pelepasan hak .
D.
Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan
1)
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar ( SKBKB )
SKBKB adalah surat ketetapan yang menentukan bearnya jumlah pajak yang
terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
SKBKB diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar. SKBKB dapat
diterbitkan oleh Direktur jendral Pajak dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat
terutang pajak.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBK ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan (maksimal 24 bulan) dihitung mulai
saat terutangnya pajak sampai dengan terbitnya SKBKB.
2)
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan ( SKBKBT )
SKBKBT adalah surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak
yang telah ditetapkan. SKBKBT diterbitkan apabila ditemukan data baru dan atau
data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang
terutang setelah diterbitkannya SKBKBT.
SKBKB dapat diterbitkan oleh Direktur jendral Pajak dalam jangka waktu 5
tahun sesudah saat terutang pajak. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam
SKBKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari
jumlah kekurangan pajak tersebut.
3)
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan ( STB )
STB
adalah surat untuk melakuka tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa
bunga dan atau denda.
STB
diterbitkan apabila:
a.
Pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar
b.
Dari hasil pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (SSB) terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salah tulis dan atau salah hitung,
c.
Wajib pajak dikanakan sanksi administrasi berupa bunga
dan atau denda.
Jumlah pajak yang terutang yang tidak
atau kurang dibayar dalam STB sebagaimana dimaksud dalam poin a dan b ditambah
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan sejak saat terutangnya
pajak. Sedangkan untuk poin c tidak ditambah sanksi karena tidak ada sanksi
atas sanksi.
E.
Permohonan
Keberatan, Banding, dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTB
a.
Keberatan dan Banding
1.
Tata cara penyelesaian keberatan
a)
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada
Direktur Jendral Pajak atas suatu : SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN.
b)
Keberatan diajukan dalam bahasa Indonesia dengan
mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan
disertai alasan-alasan yang jelas.
c)
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3
bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan, kecuali apabila Wajib Pajak
dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
diluar kekuasaannya.
d)
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksudkan pada poin b dan c tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga
tidak dipertimbangkan.
e)
Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh
pejabat Direktorat Jendral Pajak atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui
pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan.
f)
Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu 12 bula sejak
tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusa. Keputusan Direktur
Jendral Pajak dapat berupa: mengabulka seluruhnya, mengabulkan sebagian,
menolak, menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.
g)
Apabila dalam jangka waktu 12 bulan telah lewat dan
Direktur Jendral Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan
diaggap dikabulkan.
h)
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar
pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
i)
Apabila pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau
seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan
bunga sebesar 2% sebualan untuk jagka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak
tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkan Keputusan Keberata.
2.
Tata cara penyelesaian banding
a)
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya
kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang
ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak.
b)
Banding diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak
keputusan keberatan diterima, dengan cara:
i. Tertulis dan dalam
bahasa Indonesia
ii. Mengemukakan
alasan-alasan yang jelas.
iii. Dilampiri salinan
Surat keputusan Keberatan.
c)
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban
membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
d)
Apabila permohonan banding dikabulkan sebagian atau
seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbala
bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak
tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitka Putusan Banding.
b.
Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTB
Wajib
Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak
kepada Direktur Jendral Pajak, antara lain dalam hal:
1.
Pajak yang dibayarkan lebih besar daripada yang
seharusnya terutang.
2.
Pajak yang terutang sudah dibayar oleh Wajib pajak
sebelum akta ditanda tangani, namun perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
tersebut batal.
Setelah melakukan pemeriksaan ( baik pemeriksaan kantor
maupun pemeriksaan lapangan), Direktur Jendral Pajak akan menerbitakan
1.
SKBLB, apabila:
a)
Pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang, atau
b)
Dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya
terutang.
2.
SKBN, apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan
jumlah pajak yang terutang.
Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu
12 bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran
pajak, harus memberikan keputusan. Apabila jangka waktu tersebut telah
terlampaui dan Direktur Jendral Pajak tidak memberi keputusan, permohonan
pengembalian kelebihan pajak dianggap dikabulkan serta SKBLB harus diterbitkan
dalam jangka waktu paling lama 1 bulan.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dilakukan dalam jangka waktu paling lam 2 bulan sejak diterbitkannya SKBLB.
Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka
waktu 2 bulan, Direktur Jendral Pajak memberikan imbalan bunga 2% sebulan.[5]
[1] Supramono dan Thesia Woro Damayanti, Perpajakan Indonesia: Mekanisme dan Perhitungan , Yogyakarta, ANDI
OFFSET, 2005, hlm.112.
[2] Mardiasmo, Perpajakan,
Yogyakarta, ANDI OFFSET, 2013, Edisi Revisi , hlm. 362.
[3] Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan:
Teori&Praktek, Jakarta, PT
RajaGrafindo Persada, 2003, hlm.75.
[4] Loc. Cit, hlm. 113-114.
[5] Mardiasmo, Op. Cit, hlm.
364-370.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau banguna,
yang selanjutnya disebut pajak. Dengan demikian, objek pajak (BPHTB) adalah
tanah, bangunan serta tanah dan bangunan.
Tata Cara Penghitungan BPHTB
Untuk menentukan besarnya BPHTB adalah
BPHTB = Nilai
Pajak Objek Pajak Kena Pajak x Tarif pajak
= (NPOP – NPOPTKP) x 5 %
|
Nilai perolehan objek pajak ditentukan berdasarkan
cara dimilikinya hak atas tanah dan bangunan.
Sarat terutang atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dibedakan atas dasar cara
dimilikinya hak atas tanah dan bangunan jika hak atas tanah dan bangunan
diperoleh dari:
1.
Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, untuk:
Jual beli,Tukar-menukar,Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya,
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, Penggabungan usaha, Peleburan
usaha,Pemekaran usaha,Hibah
2.
Sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang, untuk lelang
3.
Sejak tanggal putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
putusan hakim.
4.
Sejak tanggal yang bersangkutan
mendaftarkan peralihan haknya ke kantor pertanahan; untuk hibah wasiat dan waris.
5.
Sejak tanggal ditandatangani dan
diterbitkannya surat keputusan pemberian hak, untuk:
a.
Pemberian hak
baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
b.
Pemberian hak
baru di luar pelepasan hak .
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan
SKBKB adalah surat
ketetapan yang menentukan bearnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih
harus dibayar.
Permohonan Keberatan, Banding, dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran
BPHTB
a.
Keberatan dan Banding
b.
Penyelesaian
banding
Daftar Pustaka
Supramono dan
Thesia Woro Damayanti, Perpajakan
Indonesia: Mekanisme dan Perhitungan , Yogyakarta, ANDI OFFSET, 2005.
Mardiasmo, Perpajakan, Yogyakarta, ANDI OFFSET Edisi Revisi 2013.
Marihot Pahala
Siahaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan: Teori&Praktek, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2003.